Dari pinggiran
trotoar yang kehilangan hangatnya matahari, seorang anak menangis setengah
mengigil. Beberapa keping uang receh digenggaman dan sandal butut kehilangan
warna. Hujan tidak begitu deras namun sarapan tidak akan datang. Kepingan uang
receh di tangan masih sangat sedikit dan jalanan penuh dengan orang yang
terburu-buru atau berteduh. Hujan adalah anugerah bagi beberapa orang dan
malapetaka bagi sebagiana lagi. Bingung dan putus asa. Hendakkah ia berkata
lapar tapi apa gunanya, mengingatkanmu pada sesuatu yang tak kau miliki.
Dulu tidak begini,
di pagi hari yang dingin atau cerah, selalu ada susu hangat dan omelan manis
dari ibunya, lalu di siang hari akan ada lomba layang-layang sampai sore datang
dan ia pulang ke rumah penuh lumpur. Hujan boleh turun seenaknya karena tidak
akan ada yang menggigil, dan tidak akan ada lapar. Hujan hanya akan jadi hal
yang menarik karena si anak kecil akan terdiam di depan jendela dan melihat
buih-buih hujan dari cucuran atap serta membayangkan dia jadi superhero.